![]() |
Dokumentasi saat upacara pemberangkatan peserta Kuliah Kerja Nyata STAMIDIYA 2019 |
(Cerita Menjelang Pemberangkatan KKN STAI Al-Hamidiyah 04 Desa Campor)
Waktu itu, tak ada hujan di bumi. Juga tak ada hujan air mata yang mengalir. Hanya angin dan kilatan matahari yang sedikit memanggang kulitku. Begitu pula kulit-kulit saudara-saudaraku di jalan-jalan itu. Angin mencuri pandanganku dari arah jendela, pintu masih tertutup rapat. Haus serasa ingin memerangi tenggorokanku. Lalu, ada seseorang memanggilku dari arah barat tanpa menunjukkan tubuhnya. Seperti hantu, ah bukan. Itu hanya halusinasi yang mengiangi telingaku. Aku menuju kantor STAI Al-Hamidiyah tempat berkumpul dengan saudara-saudaraku. Perlahan aku membuka pintu, tiba-tiba aku dikagetkan dengan kemunculan seseorang, aku teriak sekeras mungkin, sebab saya kira hantu di dalam jemu. Ternyata itu kakak angkatku, saudaraku, dan bisa dikatakan rekanku dalam mengajar. Namanya Pak Mukim, nama aslinya Mukimin, tapi dimodifikasi biar keren.
Aku menjadi kami, sebab aku tak lagi sendiri. Kami berbicara kehidupan yang di dalamnya tidak ada kebenaran. Berbicara air mata, berbicara derita, berbicara luka, berbicara takdir, dan yang terakhir berbicara takdir jodohku yang tak menderu. Sembari menatap kue di atas meja yang diraba, juga air yang ingin membuat tenggorokanku mencair, aku melahapnya dengan cepat, tanggap, dan akurat. Sehingga aku bebas dari kegelisahan haus dan lapar.
Dari arah timur, wajah matahari semakin meninggi. Angin mulai melekat di pohon-pohon. Satu persatu mahasiswa datang, begitu pula dosen-dosen lainnya. Ada Bapak Ahmadi si pria berjenggot berwajah tampan, Bapak Syifak si pria kurus berpenampilan keren, juga ada Bapak Shobri si pemburu jalanan, tapi dia tampan dan keren. Kami berkumpul berbicara dunia yang tidak ada masa depannya.
“Acara hampir dimulai, ayo segera merapat,” Bapak Syifak memanggil-manggil dari gedung.
Semua dosen beranjak menuju gedung. Semua mahasiswa peserta KKN berkumpul. Gerah, sungguh gerah di dalam ruangan ini. Sebab musim kemarau datang ingin mencintai manusia. Namun terkadang manusia hilang akal hilang pikirannya. Mereka selalu menganggap ketika musim kemarau memanjang adalah malapetaka. Acara dimulai. Satu persatu kian berlalu. Seperti hidupku yang kian pilu. Aku cemas menelan rindu sambil duduk menatap mahasiswaku. Aku sempat berpikir bahwa hidupku saat ini pencapaian yang mustahil. Sulit aku bayangkan, kehidupan ini sangat keras, seperti petani yang ingin mendapatkan beras. Para mata mahasiswa menatapku, tanpa mereka sadari bahwa mataku juga menatapnya. Barangkali yang mereka pikirkan adalah penderitaan, atau air mata yang mereka sisihkan di dalam saku baju. Sedangkan saya tahu bahawa mereka sedang memikirkan bagaiamana bertahan duduk sambil menghirup bau mereka karena berkeringat yang luar biasa.
Tanpa disadari, acara pelepasan sudah berlari dan dilepaskan langsung oleh KH. Dahlawi Zarkasyi. Andai saat itu ada waktu aku ingin menanyakan perihal pilu. Sebab aku ingin berbincang dengan Beliau, mencurahkan isi hatiku yang selalu menceracau. Mungkin belum tepat, barangkali di kemudian hari ada waktu yang tepat. Aku akan uraikan semuanya tentang tafsir air mata.
Kita semua keluar dengan berkelompok menuju tempat KKN yang sudah disediakan. Sesekali kita foto bersama. Saling menculik senyum juga bisikan tawa. Namun tanpa kita sadari, ada air mata yang mengalir, namun tak ada derita. Kita hanya perencana yang tak ingin menghadirkan bencana. Kita adalah masing-masing kelompok yang ingin menjajakan pengetahuan di dalam kehidupan, masyarakat yang tempatnya berjauhan. Kita akan berpisah tanpa ada kata pasrah. Kita akan jauh dari keluarga tanpa ada rasa curiga. Kita tinggalkan anak, istri, suami, itu bukan karena rasa benci. Namun ini tanggung jawab yang harus ditepati.
Begitulah perkataanku menjelang pemberangkatan semua kelompok KKN. Dan kalimat terakhir dari bisikan hatiku, ”Sebab air mata ini adalah bentuk perpisahan yang akan menghadirkan rindu yang memabukkan. Begitupula rindu itu datang setelah adanya perpisahan yang nanntinya ada sebuah pertemuan, dan kita, akan sama-sama bahagia.”
Campor, 24 Desember 2019. 04.30
Karya: Hayyul Mb
0 Komentar